OUR MOTTO :

Yang terpenting dari kehidupan bukanlah kemenangan namun bagaimana bertanding dengan baik.

Baron Pierre de Coubertin

Perkenalan JK-Wiranto

Jumat, 29 Mei 2009

Wiranto Yang Saya Kenal





Jujur mungkin jika dimulai penilaian kami tentang sosok Wiranto ini mungkin sedikit bias, karena kami lama menjadi pengurus di Partai yang dipimpin olehnya. Tapi mungkin juga itu kekuatan penilaian ini, sebab kami bisa berinteraksi cukup intens untuk mengenal sosok Beliau.
Kalau bisa diwakilkan dalam satu kata adalah : "Seorang Satria Sejati". Kenapa demikian ya jelas pertama beliau seorang mantan jenderal, bekas panglima Angkatan bersenjata negeri kita tercinta. Kedua yang ini lebih penting ialah sifat-sifat diwujudkan oleh tindakannya selama ini.
Wiranto bisa dibilang sosok terpenting dibalik semua "puzzle" gerbong reformasi yang mulai bergulir tahun 1998 yang lalu. Dia bukan pencetus, tetapi "kekuasaan besar" yang ada digenggaman tangannya itu menentukan apakah reformasi 1998 bisa berwujud seperti sekarang ini atau hanya ilusi belaka ? Ketika itu Soeharto sudah memberikan mandat seperti yang 30 tahun sebelumnya diterimanya dari Soekarno. Mandat sebesar itu ditangan pemegang angkatan bersenjata bisa digunakan untuk menumpas (yang dirasa) ketidakteraturan tersebut, memanfaatkan untuk kekuasaan pribadi atau mengawalnya agar menjadi suatu arus yang terkendali dan adil bagi semua pihak. Logika politik Nusantara yang berkembang sudah ratusan tahun (dari jaman KenArok, Sultan Adiwijaya, Sutawijaya dan sebutlah satu-satu lainnya) mengatakan ini saat mengambil kekuasaan, tetapi "Sang satria" ini mengatakan... tidak.
1998-1999, adalah tahun-tahun yang membekas luas bagi karir Sang jenderal sampai sekarang. Pilihan untuk berpihak-mengawal proses Konstitusional negeri agar mengalir smooth, walau dapat diselesaikan baik bukan tanpa sorotan. Kasus Semanggi dan Timor-Timur adalah 2 hal yang paling menonjol. Sampai hari ini beliau secara tidak proporsional dianggap "bertanggung jawab" terhadap 2 hal diatas. Apa benar ? itulah yang menjadi pertanyaannya.
Dalam keadaan yang demikian chaos, dalam keadaan doktrin ABRI kita (TNI-Polri sekarang) yang sama sekali belum memasukkan HAM, dalam ketidak jelasan yang parah akan aturan cara-cara menyampaikan pendapat masyarakat umum maka kejadian memilukan jelas akan terjadi. Ketika kita sendiri belum siap untuk adakan jajak pendapat penentu nasib ratusan ribu orang, chaos dan kepiluan yang terjadi pasti akan datang. Tulisan ini sekali lagi bukan untuk "membela" belaka tetapi untuk sama-sama merenungkan... sebenarnya siapa yang lebih pantas "bertanggung jawab" dan bagaimana lebih parahnya kita jika ketika itu memiliki Panglima Angkatan Bersenjata yang tindakannya bukan seperti yang dilakukan Wiranto !!!
Wiranto adalah sosok yang tenang, pantas kalau menjadi panglima apalagi pemimpin. Tapi beliau bisa tegas tanpa terlihat terasa tegas yang diktatorial dan totaliter. Dia bisa mengukur diri, tahu aturan permainan dan bagaimana menaati aturan permainan (setiap satria sejati dan petarung harus punya sifat ini). Ketika Partai kami hanya meraih suara nasional 3,7% di pemilu Legislatif, beliau tidak ngotot terus maju menjadi Capres, tetapi cukup menjadi Cawapres saja. Ketika 1998 punya kesempatan naik ke tampuk kekuasaan seperti seniornya di 1966 (Soeharto, SUPERSEMAR, penulis) dia memilih mengawal reformasi.
Orang seperti Wiranto sangat cocok sebagai pendamping sang Entrepeneur JK memimpin bangsa ini kedepan 5 tahun lagi. Langkah-langkah cepat dan terobosan JK bisa dikawal dengan tenang oleh sang jenderal. Dilain pihak sikap tegas Wiranto bisa dijelas-jabarkan pembelaanya dengan lebih santai dan suasana akrab oleh JK.
Soal kepedulian terhadap rakyat, masyarakat kecil, komitmen, pandangan dan wawasan Sang Jenderal jangan ditanya lagi... ngapain buat partai dengan membawa-bawa hati nurani rakyat segala kalau tidak hatinya ingin menyenangkan dan mensejahterakan rakyat ? Makan nasi aking, penekanan kepada kami kader dan pengurus partai HANURA untuk selalu mengadakan gerakan yang bertujuan memperbaiki taraf hidup masyarakat kami kira dan yakini bukan "Lip Service" belaka.
Bayangkan pemerintahan kedepan yang lebih tegas dan fokus memperhatikan rakyatnya, bukan seolah-olah fokus tetapi sesungguhnya hanya tebar pesona. Bayangkan pemerintahan yang cermat untuk melaksanakan aturan main Konstitusi dalam setiap gerak langkahnya. Bayangkan 4 Amanat Keramat Pembukaan UUD 1945 kita yang secara sangat konsern coba dijabarkan dan dilaksanakan...

JK Yang Saya Kenal


Bagi orang yang sering menyaksikan gaya beliau di depan TV, pasti cepat untuk lebih menyimak... Gaya ceplas-ceplos, segala keterus terangan yang tidak "berbedak-gincu" apapun, sebuah gaya tersendiri di tengah dinamika politik yang penuh kepalsuan itu.
Ditengah-tengah para pengusaha KADIN dia berkata " saya tidak mengerti "Ekonomi Pasar modal", yang saya mengerti "Ekonomi Pasar Tanahabang," Sesaat setelah deklarasi Capres/Cawapresnya denga Wiranto dia berkata "Ya saya orang Sulawesi, tetapi istri saya orang minangkabau, semua menantu saya orang Jawa... susah sekarang ini bermenantukan orang Makassar,"
Itulah sosok JK, Haji Muhammad Jusuf Kalla yang seorang pedagang tulen dari generasi kedua di Makassar.Dia bekas dedengkot HMI, lama di GOLKAR dan sudah menjadi menteri kabinet sejak jaman GusDur Presiden. Menteri Perindustrian dan Perdagangan, menjadi Menko KESRA jaman Megawati pesiden, dan akhirnya menjadi Wapresnya SBY. Ketua Umum GOLKAR dari 2005 setelah melengserkan Akbar Tandjung. Apalagi yang kurang? Ya memang cuma jadi presiden JK yang belum pernah. Jadi kalau mencalonkan diri pantas saja !!
Proses beliau maju menjadi Capres, berpisah dengan Yudhoyono sendiri cukup berliku dan mengharu-biru. GOLKAR yang aslinya "tahu diri walau cukup gondok" dengan hasil perolehan suaranya di Pemilu Legislatif, 9 April 2009 mula-mula ingin kembali bersama dengan demokrat mengayuh biduk pemerintahan 2009-2014. Tetapi rupanya perolehan yang 20% lebih tadi rupanya sudah membuat Partai SBY ini "Jumawa" untuk tidak terlalu menganggap GOLKAR sebagai mitra yang dipandang lagi. Mungkin itulah yang mendorong JK memutuskan maju ke Bursa Capres sendirian. Harga diri sebagai putra terbaik Makassar, untuk pantang dipermalukan apalagi ketika telah merasa memberikan semua yang terbaik, apalagi gayung bersambut dengan bersedianya Wiranto mendampingi sebagai Cawapres.
Apa yang bisa ditarik dari hal-hal diatas tentang sosok kepribadian JK ? Mungkin ini ada beberapa hal menonjol dari JK yang bisa kita kedepankan :
1. Berpikir Cepat-Bertindak cepat : sebagai seorang yang lama bergerak di bidang bisnis yang sukses, sifat dasar yang menonjol adalah kecepatan berpikir, kecepatan bertindak dengan perhitungan yang cermat. Beliau sangat mengerti arti sebuah "moment", begitu tindakan berdasar moment tersebut ditunda-tunda terlalu lama maka peluangnya juga akan segera padam. Dalam pengambilan keputusan, JK jauh dari sifat "peragu".
2. Keberanian mengambil resiko dan konsekuensi-konsekuensinya : banyak orang mau mengambil keputusan, tetapi jarang yang mau menerima resiko keputusan yang dibuatnya jika hasilnya buruk. JK salah satunya. Dia mengerti resiko berunding di Poso dan Aceh jika gagal, dia sadar jika konversi minyak tanah ke gas jika gagal... tetapi dia tetap menerima tugas-tugas tersebut, merancang secara cermat dan melaksanakan tugas tersebut. Hasilnya... berhasil.
Pandai bernegosiasi : nggak usah disebutlah sifat satu ini, setiap pelaku bisnis sukses pasti punya sifat dasar ini.
3. Senang kemandirian : dia pengusaha pribumi, dia mengerti bagaimana beratnya jadi pengusaha di Indonesia. Mindset masyarakat bahwa produk domestik kurang baik mutunya, goodwill pemerintah yang rendah dan tantangan dari negara-negara asing yang tak kalah hebatnya.Bukti komitmen kemandirian sangat jelas, nggak usah yang muluk-muluk, bagaimana dia menyindir para pejabat bahkan pengusaha dan pesohor di negeri ini karena lebih senang sepatu luar negeri daripada buatan Cibaduyut (lokal)!
4. Nasionalis : lho bagaimana bisa ? Ya bisa saja... Mau bukti? JK sudah dipaparkan diatas ; istrinya orang Minangkabau (Sumatera) dan semua menantunya orang Jawa. Artinya beliau tidak pernah berpikir yang macam-macam menyangkut etnisitas. Kedepan asimilasi-asimilasi ini haruslah menjadi "mindset massal" semua orang di negeri ini. Tidak boleh ada lagi phobia dari etnis, golongan, agama, ras dan kelompok tertentu terhadap yang lain. Bukti tertinggi ya..keluarga.
Indonesia kedepan ditangan JK-Wiranto

Jika kita berandai-andai pasangan ini bisa memenangkan pertarungan Capres/Cawapres 2009, maka Indonesia kedepan yang "dikawal" mereka berdua pasti lebih baik. Lebih baik bukan dengan kepalsuan omongan karena semua program dijalankan secara cepat, cermat, tegas, adil dan lugas. Lebih baik karena setiap pelaku usaha didorong untuk maju, didorong untuk mandiri dan akhirnya kesejahteraan rakyat terasa lebih bermakna karena rakyat "sejahtera dan mandiri". Kita bisa memanfaatkan sumberdaya alam kita dengan lebih adil karena bisa menegosiasikan pengelolaannya dengan lebih baik dan bermartabat.